Aturan dalam Pembuatan Cerita Pendek

Membuat fiksi tidak mudah dan gampang. Buktinya saya yang berusia 28 tahun ini, belum juga bisa bikin cerita pendek yang baik dan layak publikasi (kalau toh pernah bikin itu sekedar dalam blog saja). Terus terang keadaan ini terjadi, sebab saya penganut mazhab dimana pengetahuan penulis yang cukup adalah prasyarat utama bagi sebuah karya yang baik. Dan sampai sejauh ini, meskipun telah banyak membaca cerpen maupun teori linguistik. Saya mengukur standar sendiri, dan hasilnya saya merasa masih rendah kapasitas saya untuk menulis. Pada tulisan (teknis teoritik) seperti ini menjadi wahana saya mengukur apakah, saya telah pantas untuk nantinya  benar-benar menulis cerita pendek.  
____________
Dalam menulis cerita pendek di buku seperti The Adventures in Apretiation (Hartcourt Brave Jovanovich; 1973) membuat beberapa rambu dalam penulisan cerita pendek. Saya akan ringkaskan beberapa rambu-rambu dalam penulisan cerita pendek itu sebagai berikut.
  • Plot 
Plot adalah jalannya cerita. Di dalamnya tersemat konflik dan perseteruan karena suatu masalah yang hendak diangkat dan diselesaikan dalam sebuah cerita. Permasalahan ini bisa masalah antara tokoh dengan dirinya sendiri, tokoh dengan kelompok, tokoh dengan orang lain, dan terakhir antara tokoh dengan alam/ lingkungan.
Dalam pengolahan konflik ini, penulis bisa memilih apakah pada akhirnya plot itu akan berakhir dengan bahagia, atau diakhiri dengan tanpa penyelesaian masalah.
  • Karakter 
Karakter tokoh dalam cerita pendek merupakan penggambaran watak dan sifat dari seseorang yang masuk dalam cerita. Secara teknis, dalam memperkenalkan watak tokoh ini dapat dilalui dua macam cara, pertama dengan mendeskripsikan watak tokoh secara langsung, dan kedua seorang tokoh digambarkan secara tidak langsung. Penggambaran langsung adalah menggambarkan karakter tokoh diungkapkan dalam kalimat-kalimat yang mengikuti, sementara kalau karakter tak langsung digambarkan melalui dialog dan percakapan antar tokoh.
  • Tema
Yang dimaksudkan dengan tema adalah ide yang mengawasi seluruh cerita. Tema cerita ini dinyatakan dengan kalimat-kalimat abstrak untuk menyatakan apakah seorang pembaca betul-betul paham jalannya cerita. Biasanya tema cerita tidak deterministik dengan menyatakan keharusan, kewajiban, atau semua orang tetapi dengan mungkin kadang-kadang, setiap waktu, sebagian orang. Tema ini bisa jadi ada, atau tidak sama sekali dalam cerita. Dalam tulisan hiburan, tema ini tidak nampak. Pengarang perlu taat pada tema sebelum menulis, sehingga ia tidak kehilangan fokus dan tujuan dalam mengarang. 
Harus dibedakan disini antara moral dengan tema, karena tidak semua pengarang senang dengan menjadikan dirinya guru moral kepada pembacanya. Pun begitu, kalau memang ada moral dalam sebuah cerita, itulah yang akan menjadi tema dalam cerita. Dan sebuah karya yang baik tidak bisa diukur dari bagaimana sebuah cerita itu memberikan pengajaran, namun bagaimana cerita itu dinyatakan. 'not what it teaches, but what it reveals.
 
  • Ironi
Ironi merupakan sebuah perekayasaan kata oleh pengarang. Ironi ini biasa digunakan untuk menyatakan apa yang dihadirkan dengan apa yang senyatanya/ between appearance and reality. Kesemua jenis ironi dapat dibedakan menjadi 3 macam. Pertama adalah verbal irony , Kedua dramatic irony, dan Ketiga irony of situation. 
Verbal Irony 
Yang dimaksudkan ironi ini adalah menggunakan perlawanan kata dari apa yang dimaksudkan oleh seorang penulis/ pembicara. Sebagai contoh disini adalah penggunaan kata seperti, "Prajurit kita bakal pesta sampai mati kali ini karena kemenangan". Padahal jelas yang dimaksudkan dengan kemenangan itu adalah sesuatu yang akan membawa prajurit itu hidup dan berkuasa lebih lama.
Dramatic Irony
Irnoni jenis ini tidak melawankan apa yang dikatakan dengan kenyataan, melainkan membuat perbedaan maksud antara apa yang dimaksudkan oleh pengarang dengan intensi pembaca. Seperti pada contoh imaji dimana seekor kuda yang tengah kehausan dipadang pasir sehingga harus mengatakan, "Demi tuhan berhentilah sebentar tuan, saya ingin minum dan kelelahan".  Bisa jadi, apa yang dikatakan oleh kuda itu benar, namun pembacanya hanya akan melihatnya sebagai kekonyolan yang tidak digubris.
Irony of Situation 
Dalam ironi jenis ini pengarang kesenjangan tidak antara cerita dengan makna melainkan antara situasi dan kesempatan yang ada dengan apa yang diduga oleh pembaca. Ironi ini dapat dicontohkan dengan keadaan dimana ada seorang tokoh yang sangat tidak menyukai pergi ke pantai, namun karena suatu hal membuat ia terpaksa harus menyukai pantai. 
 
  • Simbol
Simbol dalam sastra memiliki makna lebih lebar daripada apa yang dapat dikatakan. Simbol ini bisa saja berupa suatu obyek, orang atau tindakan. Semisal dicontohkan pengarang yang memberikan nama tokohnya dengan si Begal, nama itu tidak saja akan mewakili orangnya saja tapi juga memberikan pengrapan pada tingkahlaku yang mencerminkan tindakannya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAMI MENUNTUT MANAJEMEN PERUSAHAAN PMS MEMENUHI HAK-HAK KAMI!

Sinopsis dan Renungan Drama Tragedi: Romeo and Juliet

Sinopsis Novel Victor Hugo : Si Bongkok dari Notre-Dame